Senin, 07 Juli 2014

Perilaku baja tulangan dalam beton pada balok beton bertulang

Mungkin teman-teman pernah mendengar istilah atau prinsip baja dan beton, sederhana dan mudah diingat sekaligus suatu prinsip konstuksi yang paling mendasar. Kata-katanya kira-kira seperti ini
“Beton, itu kuat terhadap tekan, lemah terhadap tarik. Sedangkan baja, kuat terhadap tarik, lemah terhadap tekan”
Hahahaha…. That’s totally BULLSHIT.
Modulus elastisitas baja kurang lebih 200 GPa sedangkan beton hanya sekitar 20-30 GPa atau hanya sepersepuluh nya, sedangkan kekuatan tekan dan tarik baja relatif sama yaitu 240 – 450 MPa sedangkan kekuatan tekan beton antara 20 – 30 MPa dan kekuatan tariknya hanya 1/8 – 1/10 kekuatan tekannya saja, artinya baja lebih kuat segala-galanya dari pada beton. Hanya saja baja lebih berat dan mahal daripada beton.
Dari itu lah awal mula digunakannya beton bertulang, maksudnya adalah pada tempat-tempat dimana beton mengalami kepayahan menerima tegangan yang berlebihan, di situlah baja dimasukkan, tentunya dengan komposisi yang pas.

Pada balok beton bertulang, kebanyakan kasus yang terjadi adalah beton retak akibat kelebihan gaya pada posisi tarik (area bawah pada lapangan, area atas pada tumpuan). Nah untuk itu kita akan coba simulasikan sebuah model balok setengah bentang yang menerima beban merata. Silahkan dilihat gambar berikut.

Suatu portal beton dengan balok ukuran 20 x 30 cm diatasnya balok tersebut panjang 4m. Pada balok itu diberikan beban merata. Kita akan mengambil setengah bagian dari segmen balok tersebut.

Kemudian model Elemen Hingga nya dibuat.

Running Cantik....

Done...
Gambar Von Mises Stress pada Beton

Gambar Tegangan Tarik yang berkerja pada beton


Gambar Tegangan Tarik yang berkerja pada tulangan

Dapat dilihat pada gambar diatas, area berwarna merah menandakan tegangan yang cukup tinggi, pada area tumpuan, tegangan tarik sangat tinggi terjadi pada ruas atas balok, sedangkan pada lapangan, tegangan tarik yang cukup besar terjadi pada ruas bawah balok.



Jumat, 04 Juli 2014

Analisa Konfigurasi Pondasi Tiang Pancang Jembatan Rangka Baja Part. 2


Pada pengamatan model abutmen sebelumnya telah ditarik kesimpulan pada perbedaan komposisi/formasi tiang pancang. Dimana komposisi tiang pancang dengan jarak antar tiang merata lah yang paling efisien dalam menahan penurunan(daya dukung) sekaligus mengurangi perbedaan penurunan pada semua area dibawah abutmen seperti dapat dilihat kembali pada grafik berikut.

Tabel perbandingan penurunan yang terjadi pada masing masing konfigurasi tiang pancang


Dengan Komposisi Komposisi berikut.

Konfigurasi 1 (jarak merata sepanjang abutmen)

Konfigurasi 2 (berkelompok pada tepi abutmen)

Melanjutkan pengamatan model tersebut diatas, kali ini kita akan coba bermain-main lebih banyak lagi pada jenis Komposisi dan beban rangkanya. Yup, kita lihat saja tabel berikut.

Tabel Konfigurasi (jarak antar tiang pancang arah memanjang)

Dimana:

A, B dan C                  =          Jarak antar tiang pancang arah memanjang
nA, nB dan nC            =          Perbandingan jarak antar tiang pancang arah
                                                memanjang

posisi A, B dan C dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar keterangan posisi variabel A, B dan C

Yang mana perbandingan jarak yang dimaksud pada tabel diatas artinya pada Komposisi 1, perbandingan jarak antar tiang pancang arah memanjang adalah 1:3:5:3:1 dimana tiang pancang akan sedikit merapat pada area tepi tetapi tidak menghilangkan tiang pancang pada area tengah.
Selain pada Komposisinya, kita juga akan melakukan pengamatan pada perbedaan beban rangka jembatannya untuk masing-masing Konfigurasi seperti pada tabel berikut.

Tabel variasi beban pada abutmen diasumsikan berdasarkan bentang jembatan


Kemudian pada titik diantara tiang pancang seperti yang lokasnya ditunjungkan pada gambar dibawah ini, ditempatkan sensor-sensor yang dapat menbaca jarak penurunan setelah dilakukan pembebanan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jumlah dan selisih penurunan pada area-area dibawah abutmen yang kemudian dibandingkan pada masing-masing Komposisi serta masing-masing bebannya.

Gambar lokasi sensor pembaca penurunan


Running…...............................................................


Done!!!

Yup setelah lama menunggu hasil perhitungan finite element nya, didapatkan hasil yang kemudian saya grafikkan seperti pada gambar-gambar berikut.

 Grafik penurunan Konfigurasi 1 (perbandingan jarak tiang pancang arah memanjang 1:3:5:3:1)

 Grafik penurunan Konfigurasi 2 (perbandingan jarak tiang pancang arah memanjang 1:2:3:2:1)

 Grafik penurunan Konfigurasi 3 (perbandingan jarak tiang pancang arah memanjang 3:4:5:4:3)

 Grafik penurunan Konfigurasi 4 (perbandingan jarak tiang pancang arah memanjang 5:6:7:6:5)

 Grafik penurunan Konfigurasi 5 (perbandingan jarak tiang pancang arah memanjang 7:8:9:8:7)

 Grafik penurunan Konfigurasi 6 (perbandingan jarak tiang pancang arah memanjang 9:10:11:10:9)

Grafik penurunan Konfigurasi 7 (perbandingan jarak tiang pancang arah memanjang 1:1:1:1:1)

Dapat dilihat pada grafik-grafik diatas, pada Konfigurasi 2 (perbandingan 1:2:3:2:1), penurunan lebih merata dibandingkan dengan konfigurasi yang lain, sedangkan pada Konfigurasi 1 (perbandingan 1:3:5:3:1) abutmen lebih menurun diarea tengah, hal ini dikarenakan pengaruh beban merata tidak dapat terakomodir dengan baik oleh formasi tiang pancang, sedangkan beban terpusat dari rangka yang berada diarea tepi terlalu ringan untuk ditahan oleh formasi tiang pancang dibawahnya. Sedangkan pada Konfigurasi 3 (perbandingan 3:4:5:4:3), formasi tiang pancang cukup baik menahan beban merata akibat berat sendiri abutmen, tetapi kurang mampu menahan beban terpusat akibat beban rangka jembatan area tepi. Hal ini kembali terjadi pada Konfigurasi 4,5,6 dan 7 dimana tren perubahan jarang pada Konfigurasi 4 sampai 6 adalah semakin merata dan Konfigurasi 7 tentunya adalah konfigurasi dengan jarak tiang pancang sama rata pada arah memanjang.
Demikian percobaan permodelan ini saya buat semoga bermanfaat, dimohon saran dan kritiknya agar saya bisa lebih baik lagi. Terima kasih, semoga bermanfaat...

Hendra Pranata, Endang S. Utami


Rabu, 02 Juli 2014

Analisa Konfigurasi Pondasi Tiang Pancang Jembatan Rangka Baja Part 1

Jembatan adalah salah satu infrastruktur wajib yg menunjang kelancaran kinerja sarana dan prasarana transportasi darat. keberadaannya menjadi penentu bisa maupun tidaknnya suatu ruas jalan untuk dilalui, tentunya apabila jalan tersebut harus melintasi suatu rintangan (sungai, lembah, jurang, atau jalan lain)
Jembatan rangka baja adalah salah satu jenis jembatan yang paling umum digunakan. Jembatan rangka baja dipilih karena strukturnya yang sederhana tetapi kaku, sehingga aman dan mudah dalam hal pembangunan dan pemeliharaannya. Jembatan rangka baja sudah bisa digunakan pada bentang diatas 40 meter.
Seperti halnya jembatan lain, jembatan rangka baja tersusun dari komponen komponen yang dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu; bangunan atas dan bangunan bawah. Bangunan bawah yang terdiri dari pondasi, abutmen berfungsi menyangga bangunan atas jembatan yang terdiri dari rangka jembatan, plat lantai, dalam menahan beban hidup lalu lintas dan beban sendiri nya. Secara simultan beban beban jembatan yang diterima oleh plat lantai didistribusikan dalam bentuk beban vertikal (mayoritas) melalui kekakuan rangka jembatan ke tumpuan jembatan pada abutmen. tumpuan tersebut berjumlah 4 buah, dua buah pada masing-masing abutment, kedua titik beban tumpuan tersebut diteruskan kepondasi jembatan yang sebelumnya juga telah menerima beban sendiri abutmen yang besar.
Pondasi tiang pancang sebenarnya dan seharusnya menjadi pilihan kedua sebagai pondasi jembatan, hal ini dikarenakan mahalnya biaya bahan dan pelaksanaan pondasi tiang pancang. Akan tetapi apabila jembatan berada ditanah lunak (dan biasanya tanah ditepi sungai adalah lunak) maka pilihannya adalah pondasi tiang pancang. 
Bicara tentang tiang pancang, selain kedalaman, bahan, dan diameternya, tentu kita akan membicarakan konfigurasinya, biasanya jumlah tiang pancang didapatkan dari perhitungan beban ultimate jembatan dibagi daya dukung izin satu buah tiang pancang, masalah jaraknya, ya tinggal diatur sejauh 1.5 - 3.5 kali diameter tiang pancang yang kemudian menjadi faktor reduksi kelompok tiang pancang tersebut. Sebenarnya sampai ini pun cukup. Akan tetapi pada sebagian orang juga ada yang pempertanyakan formasi tiang pancang, apakah sudah tepat membagi jarak tiang pancang secara merata dibawah abutmen sementara beban rangka dan beban lalulintas diterima abutmen melalui beban terpusat yang hanya 2 titik saja, itupun berada di ujung abutmen.



Abutmen dengan beban rangka baja jembatan

            Hal ini menjadi alasan beberapa engineer melakukan optimasi sendiri-sendiri dalam rangka mencari suatu nilai efisiensi akibat posisi beban dan bentuk abutmen itu sendiri.
            Pada kesempatan kali ini, kita akan coba mengamati lebih jauh seberapa efisien langkah langkah yang pernah diambil oleh para senior kita tersebut, sebelumnya akan saya coba paparkan konfigurasi secara umum yang pernah dibuat pada gambar dibawah ini

 Konfigurasi 1 (jarak merata sepanjang abutmen)

Konfigurasi 2 (berkelompok pada tepi abutmen)

Langsung saja kita lakukan permodelan untuk Konfigurasi 1 dan Konfigurasi 2 pada gambar dibawah ini.



Model abutmen jembatan
Abutmen dengan lebar 3.6 meter, panjang 12.3 meter, dan tinggi 3.35 meter memiliki bobot sendiri sekitar 200 ton dibebankan pada sebidang tanah. Maka pada permukaan tanah yang berada tepat dibawah abutmen mengalami penurunan seperti pada gambar berikut.

Tanpa tiang pancang, Tanpa beban rangka baja


Dapat dilihat pada gambar diatas, penurunan terbesar terjadi pada bagian tengah jembatan.
Kemudian tempat tumpuan rangka jembatan diberikan beban 100 ton atau setara dengan beban ultimate jembatan rangka baja bentang 50 meter, maka penurunannya menjadi seperti pada gambar berikut.

Tanpa tiang pancang, Dengan beban rangka baja 100 ton


Setelah membandingkan keduanya, terlihat perilaku yang sangat berbeda dengan besaran penurunan yang sangat berbeda pula, saat ini terlihat bahwa pada abutmen yang terbebani, ternyata pondasi tiang pancang sangat dibutuhkan pada hanya area tepi, tetapi untuk lebih memastikan kembali, ada baiknya kita coba lanjutkan permodelan dengan tiang pancang.

Kelompok tiang pancang, Tanpa beban rangka baja

Kelompok tiang pancang, Dengan beban rangka baja 100 ton

Tiang pancang merata, Tanpa beban rangka baja

Tiang pancang merata, Dengan beban rangka baja 100 ton


Tabel perbandingan penurunan yang terjadi pada masing masing konfigurasi tiang pancang



Dapat dilihat pada tabel diatas, ternyata pondasi tiang pancang cukup besar menahan penurunan, sedangkan untuk konfigurasinya, konfigurasi tiang pancang berkelompok memberikan efek perbedaan penurunan yang lebih besar dari pada konfigurasi tiang pancang jarang merata, sehingga pilihan tiang pancang kelompok seharusnya dapat dihindari untuk mengurangi resiko kerusakan pada dasar abutmen, pada konfigurasi tiang pancang merata, masih terdapat perbedaan penurunan walaupun tidak terlalu besar, hal ini dikaji lebih dalam lagi pada sesi berikut... semoga bermanfaat, terima kasih...

Syahril Taufik, Rusnan Hefni, Pak Bowo, Hendra Pranata